Minggu, 24 Oktober 2021

Bedah Buku "MERAWAT NALAR ALA SANTRI" ; DR. H, Syaeful Bahar, M.si

 STAI At-Taqwa Bondowoso (24/10) pengurus komisariat RBA STAI At-Taqwa Bondowoso mengadakan acara bedah buku " Merawat Nalar Santri" yang ditulis oleh Dr. H, Syaeful Bahar,M.si yang langsung di narasumberi langsung oleh beliau selaku penulis.


Pada pagi hari ini langsung dimoderatori oleh sahabat Abduh sebagai pembawa jalannya acara kali ini, ia juga sedikit menyinggung asal muasal diterbitkannya buku beliau " Nalar Ala Santri" selama penulisan bukunya.


Narasumber sedikit menceritakan tentang kondisi beliau yang waktu masih belum sepenuhnya sehat dari penyakit yang beliau derita, Sehingga oleh dokter pribadinya tidak boleh sepenuhnya berhadapan dengan layar laptop dikarenakan penyakit yang ada ditubuhnua dapat mengakibatkan kefatalan.


Jadi, ketua menulis buku ini kondisi tubuh saya sepenuhnya masih tidak stabil tentunya saya tidak hanya merawat tubuh saya tetapi. saya juga harus merawat nalar saya pula dan mengakibatkan saya tidak berfikir dikarenakan nalar saya rusak. Dikarenakan fisik saya masih tidak sehat oleh dokter saya tidak diperbolehkan untuk melakukan aktivitas berat apapun, namun. Dokter menyarankan kepada saya ketika saya inginkan menulis saya disarankan untuk menulis dengan gadget yang saya punya.


Orang yang sakit seperti bapak mempunyai resiko yang sangat besar, dikarenakan saya sebagai akademisi saya bersemangat untuk melakukan hal-hal lain. Sahabat-sahabat ketika ingatan saya masih tidak mengingat, lalu saya akhirnya mengingat hal-hal waktu saya dipondok. Lalu saya saya bertanya kepada dokter, apa yang harus saya lakukan dok?... Dokter menjawab, anda tidak melakukan hal-hal yang berat.

Lalu, saya bilang kepada dokter saya, dok saya suka menulis. Jawab dokter kepada saya, jangan pak Karena menulis itu berat.


Lalu saya teringat dengan tulisan Dahlan Iskan ketika beliau menulis tidak menggunakan ejaan atau kata-kata yang rumit, tetapi. Yang beliau lakukan adalah bagaimana caranya memberikan nilai tulisan yang dapat diterima langsung oleh pembaca. Ketikan Kalian perhatian didalam penulisan pak Dahlan kebanyakan lebih fokuskan dengan yang namanya "Titik" dan "Koma" yang mana hal ini jarang sekali digunakan oleh penulis yang ada di Indonesia. Mungkin hanya satu atau dua orang saja.


Akhirnya ketika saya sudah diperbolehkan oleh dokter dan teman, saya mulai memberanikan diri untuk menulis dengan gadget yang saya punya. Oleh karena itu, saya pun berpikir bahwa orang sakit saja masih meluangkan gagasannya melalui menulis masak kalian tidak bisa.


Lalu Lama kelamaan ada salah satu teman saya seorang YouTubers dan sekaligus wartawan di Times Indonesia, katanya ia tertarik dengan artikel yang saya buat.


" Pak bagaimana kalau tulisannya jhenengan saya muat ditimes?" Tanyanya.


Lalu saya mulai berusaha untuk memulai kembali tulisan-tulisan yang saya muat itu sekitar puncak awal 2019, saya dapat menulis artikel ataupun jurnal dalam satu hari sekita 2 sampai 4 tulisan yang dapat saya tulis. Tentu ingatan saya telah kembali dan sembuh total dari penyakit yang saya derita.


Itu kenapa saya memilih judul dalam buku saya ini dengan tema " Merawat Nalar Ala Santri" dikarenakan itu memang bagian dari pribadi saya sendiri. Pertama, saya harus merawat nalar saya, yang kedua, dikarenakan respon saya terhadap kondisi nasional maupun lokal di Bondowoso Sangat bermasalah dan sebagai seorang santri saya harus bisa merespon. Tentu respon saya tidak sama dengan respon orang lain yang hanya bisa mencaci dan balik mencaci, tetapi respon saya sebagai santri dengan cara menuangkan gagasan-gagasan yang saya miliki saya tuang lewat tulisan.


Dimulai dari dunia kita yang dipenuhi oleh yang namanya Hoax dsb, tentu itu tidak dapat membuat saya tentang melihat kondisi waktu itu. Dan bagaimana kiai-kiai NU dihujat habis-habisan hanya karena perbedaan partai atau pilihan presiden pada waktu itu Mak saya pulih bagaimana melihat sistem perilaku politik yang ada di Indonesia Maka saya tertarik juga dengan politik, tentu dikarenakan saya sendiri juga merupakan dosen Politik di universitas Sunan Ampel.


Semua tulisan yang saya tulisan pasti berkaitan dengan yang namanya politik, oleh karena itu saya mengkritisi hal-hal atau isu kontemporer yang ada. Maka saya mengambil salah satu contoh ketika ibu Khofifah selaku gubernur Jawa timur mengambil keputusan untuk memberikan pendidikan gratis saya tidak langsung menyetujui nya waktu itu. Dikarenakan hal-hal lain yang dapat berdampak kepada keluarga ataupun orang tua tidak dapat memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada anaknya.


Karena, seorang tua bukan hanya memberikan nafkah saja. Tetapi, bagaimana caranya seorang tua harus juga memberikan doa yang baik dan hadir serta memberikan semangat terhadap kelangsungan pendidikan anaknya.


Maka, sangat mungkin bagi orang apa bila sistem pendidikan gratis ini akan memberikan efek yang tidak baik bagi orang tuanya pula. Lalu saya tulis juga ketika HTI itu dibubarkan itu masih ada meyimpuhkan dirimua dibawah permukaan tlaten dibawah. Yang saya lihat itu disalah satu sekolah yang ada di Bondowoso masih dapat tertarik dengan yang namanya kelompok HTI itu sendiri , karena bagi saya seorang santri harus dibenahi. HTI boleh bubar namun ediologi yang mereka bawa masih melekat sepenuhnya kepada para pengikut-pengikutnya tentu ediologi tersebut masih Bertahan dikarenakan oleh para anak muda.


Boleh HTI bubar, Islam kanan, khilafah atau yang lainnya. Tetapi ada unsur pembelaan yang sesungguhnya di Indonesia sendiri memiliki dua organisasi besar yakni NU dan Muhammadiyah, tetapi. Untuk kali ini kita harus bisa membentengi bangsa kota dengan ediologi tadi meskipun sekarang organisasi kemahasiswaan seperti IMM dan PMII tidak pernah saya temukan untuk mendebatkan masalah perbedaan seperti doa kunnut, dikarenakan yang saya ketahui kalian juga tidak sholat shubuh.


Kalau dipmii daya menulis salah satu tokoh dan juga kader PMII Afifuddin Ma'aruf ia merupakan orang Sampang Madura namun dikarenakan beliau memiliki basic dalam hal penampilan, ia dapat menduduki kursi kepemerintahan meskipun masih banyak seneor-seneor yang lain yang lebih daripada pada. Karena ia sebelum menduduki kursi pemerintahan ia juga pernah menduduki dikepengurusan PKC, ia tampil Dengan gagahnya, mempermak rambut pakaian dsb.


Dengan hal seperti itu Afifuddin Ma'aruf dapat mencapai apa yang ia inginkan, karena dengan hal tersebut patut dicontoh oleh seluruh kader PMII Bondowoso bahwa penampilan dapat merubah seseorang. Tidak jauh dari kita seorang kiai Arif seperti KH. Anwar syafi'i Ketua Aswaja NU center Bondowoso dibandingkan dengan ustadz-ustadz atau habib-habib yang ada di televisi ataupun YouTube beliau tidak kalah alim. Namun, dikarenakan penampilan yang dijadikan hal pertama beliau tidak tertarik dengan nama besar maupun jabatan yang bersifat duniawi.


" Kader maupun anggota PMII Bondowoso harus mulai sekarang harus bisa subtansi penampilan yang menarik dan lebih baik mau tidak mau kalian harus bisa merubahnya, karena keberhasilan Seseorang dilihat dari bagaimana orang tersebut bersikap maupun berpenampilan menarik" ujar beliau.


Tak hanya itu ketua saya dulu masih dipondokyang saya ingat ketika melihat perbedaan yang semangkin digadang-gadangkan seperti pakaian ataupun yang lain memang menjadi pembeda yang relevan bagi kebanyakan masyarakat sekarang, namun. Ada tiga guru yang berbeda baju namun kepentingan sama yakni menyelamatkan, pertama. KH. Hasan Abdul wafi beliau itu seorang ahli Faqih/ Fiqih kalau dulu kita yang kita kaji seperti Fathul Wahhab dan tafsir Jalalain kepribadian beliau yang hanya tampil dengan sarung, baju putih, sorban, jas hitam serta kopyah yang membuat beliau disegani. Tak hanya itu ketika melihat santri yang tidak berkopyah tak segan beliau langsung menegurnya, dikarenakan kopyah merupakan salah satu jati diri seorang santri.


Lalu suatu saat saya sowan beliau, beliau mengatakan sarung, sorban dan kopyah merupakan ciri khas kita sebagai seorang santri serta pembawa kita terhadap ibadah dan tidak mungkin apabila seorang santri memakai kopyah, sarung, dan sorban namun masuk ke lingkungan seperti hal yang bersifat berbau maksiat Artinya pakaian kita menyelamatkan kita dari hal-hal yang tidak kita inginkan.


 kedua. KH Abdul Haq Zaini suatu waktu saya pernah bertemu beliau didepan masjid agung at taqwa beliau hanya berpenampilan dengan kaos oblong, topi, dan celana pendek, waktu itu saya sudah bersama beliau. Lalu beliau berkata " jangan panggil saya kiai" lalu saya bertanya kepada beliau terkait penampilan beliau lalu kiai menjawab " tidak semua orang dapat mengajak baik, kalau berpakaian layaknya seorang kiai apakah judi bisa masuk. Maka saya masuk ke bondowoso dengan berpakaian layaknya bajingan" tetapi intinya beliau berkepentingan untuk menyelamatkan.


Dan yang ketiga, KH Zuhri Zaini beliau sekarang menjadi pengasuh dipondok saya sekarang. Namun, yang membedakan dari segi penampilan beliau hanya memakai sarung putih, sorban dan kopyah putih yang beliau gunakan. Toh meskipun saya pernah saya dengan orang rumah punyak rencana untuk memberikan beliau sarung BHS pada waktu itu, namun oleh beliau diberikan kepada santrinya dan yang saya ketahui dari putra beliau kenapa Kiai tidak memakai pakaian yang mahal-mahal agar orang Islam ataupun tamu yang berkunjung ke pesantren ataupun rumah beliau tidak ada sekat sama sekali dengan beliau dan Agar pula orang-orang tidak merasakan ada sekat dengan kiai. 


Karena kalian adalah mahasiswa ayolah mulai sekarang harus bisa berubah tinggalkan kebiasaan-kebiasaan kumuh seperti dulu, mulai sekarang ayok tampil keren.


Pembicara kedua sebagai keynot speaker yang dibawakan oleh Dr. Shuri, ia mengajarkan bahwa didalam penulisan buku Nalar Ala Santri ini sangat sederhana dan dapat dengan mudah difahami oleh orang lain. Selain itu, didalam bukunya juga dijelaskan tentang sosok kepribadian beliau cak Bahar selama menuangkan gagasan beliau selama ini.


" didalam buku Nalar Ala Santri ini, yang dapat saya katakan buku ini sangat baik meskipun harus ada hal-hal penambahan lain seperti salah satu sub-Judul yang saya ingat 'ngaju cangruk an' tentu itu juga perlu dimasukkan didalam buku ini" ujarnya.


Hal yang perlu diketahui oleh para kader-kader PMII Bondowoso khususnya At-Taqwa saat ini, kalian harus bisa mulai semangat dalam hal yang berbau kepenulisan Karena sejatinya mahasiswa tidak lepaskan dari tiga hal wajib yakni pertama, Membaca Kedua, menulis dan Terakhir Berdiskusi. Maka saya harap sahabat-sahabat sekalian bisa melestarikan budaya PMII secara turun temurun.

Pewarta : wafi






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pentingnya Tri Fungsi NDP dalam berorganisasi PMII RBA STAI At-taqwa gelar kegiatan SARANG Avicenna ke-09.

  NDP yang berfungsi sebagai Kerangka Refleksi, Aksi dan Ideologis, merupakan Sublimasi nilai keislaman dan keindonesiaan. Sebagaimana ideol...